belajar tentang agama
Agama memiliki banyak arti atau makna dari berbagai tokoh dan praktisi agama. Dari sini, agama dideskripsikan pertama-tama dari segi bahasa dan kemudian dari segi istilah. Agama dalam bahasa, yaitu:
- Agama berasal dari bahasa Sansekerta yang diartikan dengan arah, aturan, jalan atau pengabdian kepada Tuhan.
- Agama terdiri dari dua kata, “A” untuk tidak, “Gama” untuk kekacauan dan ketidakteraturan.
Sedangkan menurut istilah, agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur sistem kepercayaan (keyakinan) dalam beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan aturan-aturan dalam berinteraksi dengan manusia dan lingkungannya. Agama sebagai sistem simbol, kepercayaan, nilai, tindakan simbolik, semuanya berkisar pada pertanyaan yang paling bermakna.
Baca Juga : Contoh Data Kualitatif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem atau asas kepercayaan kepada Tuhan, atau disebut juga Tuhan atau nama lain dengan ajaran dan kewajiban saleh yang terkait dengan kepercayaan itu. Dari segi terminologi, agama juga diartikan dalam bahasa Semit sebagai Ad-Din, artinya hukum atau hukum.
Mengenai konsep agama, menurut Elizabet K. Notthigham dalam bukunya Religion and Society, dia percaya bahwa agama adalah fenomena yang begitu luas dan ada di mana-mana sehingga tidak banyak membantu kita dalam upaya kita membuat abstraksi ilmiah. Selain itu, katanya, agama berkaitan dengan pengaturan manusia tentang makna mendalam dari keberadaannya sendiri dan alam semesta. Agama mengilhami fantasi yang paling luas dan digunakan untuk membenarkan kekejaman luar biasa orang terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang sempurna, serta perasaan takut dan takut. Agama juga merupakan cerminan solidaritas sosial.
Agama, dalam pandangan Weber, adalah kekuatan pendorong yang kuat bagi semangat yang mencari ekonomi dalam segala bentuknya, terutama yang dikembangkan oleh Protestan, tanpa dorongan moral dan agama.
fungsi keagamaan
Secara sosiologis, agama menjadi penting dalam kehidupan manusia, dan pengetahuan dan keahlian tidak berhasil menyediakan sarana yang diperlukan untuk mekanisme adaptasi atau penyesuaian, yang merupakan ciri fundamental dari kondisi manusia. Dengan demikian, fungsi agama adalah untuk menjawab dua hal, pertama, visi dunia luar di luar jangkauan manusia, di mana deprivasi dan frustrasi dapat dialami sebagai sesuatu yang bermakna. Kedua, sarana ritual, yang memungkinkan manusia berhubungan dengan hal-hal yang tidak terjangkau, dan memberikan jaminan dan keamanan bagi manusia untuk menjaga moralitas.
Pembahasan tentang peran agama dalam masyarakat akan dibatasi pada dua hal, yaitu agama sebagai faktor pengintegrasi dan sekaligus sebagai disintegrasi sosial.
- Fungsi integrasi agama Peran sosial agama sebagai faktor integrasi sosial mengacu pada peran agama dalam menciptakan ikatan bersama, baik antara anggota beberapa komunitas atau dalam kewajiban sosial untuk membantu mereka bersatu. Hal ini karena nilai-nilai yang mendasari sistem kewajiban sosial secara bersama-sama didukung oleh kelompok agama, dan dengan demikian agama menjamin konsensus sosial.
- Fitur disintegrasi agama. Meskipun agama memiliki kekuatan untuk mempersatukan, mengikat dan mempertahankan eksistensi sosial, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peran kekuatan untuk memecah belah, memecah belah, bahkan menghancurkan eksistensi sosial. Hal ini disebabkan betapa kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan atau bahkan menyalahkan keberadaan orang lain yang diyakini telah melanggar aturan yang terkandung dalam wahyu.
Dalam hal ini, agama bahkan lebih eksklusif dengan apa yang terjadi di masyarakat kita. Agama dalam masyarakat adalah ketika agama dapat memberikan implementasi bagi setiap orang, ia akan mempengaruhi dan memberikan aturan dan norma yang akan menjadi landasan kehidupan.
Dalam sosiologi, agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. Ini berkaitan dengan pengalaman manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, perilaku yang dimainkannya akan berkaitan dengan sistem kepercayaan ajaran agama yang dianutnya. Dengan demikian, kehadiran suatu agama dalam suatu masyarakat di mana semua perilaku manusia sebagai individu dan kelompok dipengaruhi oleh nilai-nilai etika agama masing-masing.
Dalam sosiologi, agama tidak pernah didefinisikan dengan evaluasi (penilaian). Ia “mengangkat tangan” untuk berbicara tentang hakikat agama, agama yang baik atau buruk, atau agama yang dianutnya. Dari pengamatan ini, ia hanya dapat memberikan definisi deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan pemahaman dan pengalaman para pengikutnya. Jadi, singkatnya, sosiologi mendefinisikan agama sebagai sistem sosial yang diciptakan oleh para pengikutnya yang berpusat pada kekuatan non-empiris yang mereka yakini dan gunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka sendiri dan masyarakat secara keseluruhan.